rifkifau

#BagiPengalaman-3: Kelaparan di Perpustakan Nasional

February 05, 2019 | 6 Minute Read

Minggu, 3 Februari 2019 tidak seperti beberapa hari sebelumnya yang mendung dan basah. Hari itu cukup cerah. Pas banget buat nyuci dan njemur pakaian. (Fyi, Ane belum pernah ngelaundry lho selama ngekost di jakarta. Sebuah Kebanggaan).

Sebenarnya hari ini Ane ada janji mau ketemuan dengan seseorang untuk mendiskusikan suatu hal yang cukup urgent terkait bagaimana nasib bangsa ini kedepannya. Hehe. Bukanlah, pokoknya diskusi begitu. Rencana tempatnya adalah Perpustakaan Nasional (Perpusnas) Indonesia. Ini adalah tempat yang Ane usulkan karena memang kebetulan belum pernah kesana. Ya, hitung-hitung sekalian biar ngerti seperti apa perpustakaan yang katanya tertinggi di dunia.

Sayangnya, Ane mencium bau-bau kalau diskusinya nggak jadi hari itu. Hmmm, yaudah lah ya..

Karena sejak awal emang niatannya pengen ke Perpusnas, ya, tetap pergi. Setelah menyelesaikan aktifitas pagi hari, sekitar pukul 11.00, berangkatlah Ane dengan menggunakan ojol (itu lho yang buat sikat gigi). Sama siapa? Sendirilah. Lha tujuannya merantau ke Jakarta kan belajar hidup mandiri. Wkwk.

Seperti biasa, karena ini adalah pengamalan yang pertama, sudah pastilah foto-foto dulu. Minimal biar bisa jadi bahan cerita buat anakcucu kalau pernah main ke perpustakaan tertinggi di dunia.

Berikut adalah beberapa hasil dokumentasinya, dengan obyek utama adalah hal-hal yang berbau kebumian. Peta. Ya kan alumni Geografi. Apalagi prodi Kartografi dan Penginderaan Jauh. Malu kalau sensitivitas dan ketertarikannya terhadap peta lemah. Huehehe.

Miniatur Perpusnas

Perpustakaan-Nasional-Tertinggi-Indonesia-Miniatur-Perpusnas

Aku Peta, aku peta, aku peta

Perpustakaan-Nasional-Tertinggi-Indonesia-Peta

Seperti apa peristiwa membaca itu?

Perpustakaan-Nasional-Tertinggi-Indonesia-Peristiwa-Membaca

Peta sejarah aksara

Perpustakaan-Nasional-Tertinggi-Indonesia-Peta Sejarah-Aksara

Halaman Depan Perpusnas

Perpustakaan-Nasional-Tertinggi-Indonesia-Halaman-Depan-Perpusnas

Kalau bingung, tenang ada petunjuk arah kok

Perpustakaan-Nasional-Tertinggi-Indonesia-Petunjuk-Arah

Ini nih detail lantai-lantainya

Perpustakaan-Nasional-Tertinggi-Indonesia-Informasi-Lantai

Meja informasi dan jam dinding(?)

Perpustakaan-Nasional-Tertinggi-Indonesia-Meja-Informasi

Wuuuuu Globe

Perpustakaan-Nasional-Tertinggi-Indonesia-Globe

Eskalator hanya sampai lantai empat, jadi kalau mau naik ke lantai diatas-atasnya lagi harus menggunakan lift. Tapi, meskipun jumlah lift yang bisa digunakan ada lima, ternyata antrenya gilak, bukan main. Ruame buanget. Gilak.

Karena tidak sabar, tanyalah Ane keseorang petugas, dimana lokasi tangga. Ternyata didekat lift lokasi tangganya. Cuman emang kalau tidak salah nggak ada tulisannya. Jadi mungkin banyak orang yang tidak tahu.

Sebelum Ane menuju tangga ada dua hal yang disampaikan si petugas:

  • Pertama, akhir pekan pengunjungnya emang rame. (Jadi kalau Ente mau yang sepi, semedi aja dikamar kostan. Wkwk. Maksudnya, saran Ane datang saja pas hari kerja).
  • Kedua, bisa lewat tangga tapi si petugas itu nggak bisa memastikan pintu tangganya terbuka. (Pas Ane coba naik ke lantai 5 ternyata pintunya terkunci. Mungkin karena lantai 5 itu perkantoran. Naik lagi, dan untungnya di lantai 6 pintunya bisa dibuka.)

Lantai 6 adalah data center dan mushola. Sekedar informasi saja, bagi yang mau Sholat di Mushola Perpusnas ini tempat wudhunya ada di dalam. Sejujurnya Ane jarang (atau mungkin belum pernah ya?) menemukan Mushola ataupun Masjid yang tempat wudhunya diakses dengan masuk Mushola/Masjidnya dulu. Jadi cukup kaget ketika Ane ke toilet lantai 6 kemudian tanya tempat wudhu, jawabannya ternyata di dalam Mushola.

Mushola

Perpustakaan-Nasional-Tertinggi-Indonesia-Mushola

Setelah sholat dzuhur, sebelum melanjutkan ke lantai 16 (layanan koleksi foto, peta, dan lukisan) karena kencot (lapar) Ane putuskan untuk turun ke lantai 4. Makan di kantin Perpusnas.

Tapi ada sedikit (nggak sedikit juga sih sebenarnya) cerita menyebalkan di kantin Perpusnas, begini kurang lebih kronologinya:

Pesenlah Ane ayam geprek (sekitar jam 13.10)

Bayar di kasir sekalian pesen minum.

Dapatlah nota dari kasir, nota dari warung ayam geprek (yang kalau tidak salah sudah dicap lunas), serta nomor meja warna kuning.

Hanya punya ini dokumentasinya

Perpustakaan-Nasional-Tertinggi-Indonesia-Beli-di-kantin

Carilah Ane tempat duduk yang kosong, dan mulai menunggu.

Menunggu… dan menunggu,..

Tapi kok ada ibu-ibu yang bawa makanannya sendiri ya?

Tanyalah Ane ke si Ibu-ibu itu (yang kebetulan duduknya didekat Ane) sambil menunjukkan nota dan nomor meja, “Ini makanannya ambil sendiri, atau nunggu ya, Bu?”

Oh, ternyata beliau beli makanan di warung yang berbeda dan kurang tahu kalau yang warung geprek makanannya diantar atau ambil dan bawa sendiri.

Menunggu lagi,..

Akhirnya, tanyalah Ane ke Mbak-mbak yang jual di warung ayam geprek. Hmmm, ternyata suruh ngasih nota, dan diganti dengan nomor meja, kali ini warna hijau.

Duduk lagi, lalu kupasang dua buah nomor meja, hijau dan kuning.

Menunggu…

Minuman pun datang, nomor meja warna kuning diambil.

Menunggu…

Masih menunggu,

Btw Ane masih menunggu,

Menunggu dong,

Lho emang masih menunggu dong,

Jengkel wajar dong… Tapi Ane berusaha tahan..

Sudah jam 14.00 nih, nyaris sejam btw, dan cuma minum doang. Iya dong, masa’ makan gelas..

Merasa diabaikan, karena pengunjung yang datang belakangan justru lebih dulu diantar pesanannya (padahal dari warung yang sama). Akhirnya Ane tanyakan ke Mbak-mbak warungnya lagi, “Ini pesenan meja nomor 12 sudah belum ya, Mbak?”

“Iya Mas bentar lagi”

Kembali duduk, dan menunggu dong, masa’ iya banting meja kursi… Nggak mungkin dong..

Sekitar sepuluh menit kemudian, akhirnya datang juga itu pesanan. Eh, tapi kok bukan geprek, cuma sayap ayam biasa dilumuri sambal geprek(?). Bodo amatlah, sudah lapar juga.

Sekitar sepuluh menit kemudian selesai makan-minum, dan cabut…

Tatkala masih berusaha meredam emosi, dihadapkanlah Ane dengan antrean lift. Rencana mau ke lantai 16, jadi memutuskan menunggu lift sejenak. Tapi kok lama ya?

Bodo amat lah! Naik tangga. Sampai (kalau tidak salah) lantai 9, akhirnya Ane putuskan menunggu lift untuk melanjutkan ke lantai 16. Untungnya nggak lama. Alhamdulillah.

Beginilah suasana ruang layanan koleksi foto, peta, dan lukisan:

layanan koleksi foto, peta, dan lukisan

Perpustakaan-Nasional-Tertinggi-Indonesia-Layanan-Koleksi-Foto-Peta-Lukisan

Tapi mana petanya ya? kok nggak ada yang dipajang?

Perpustakaan-Nasional-Tertinggi-Indonesia-Lantai-16

Kok dimeja cuma ada katalognya? Masa’ iya disembunyikan petanya. Atau emang nggak ada koleksi petanya(?)

Perpustakaan-Nasional-Tertinggi-Indonesia-Buku-Katalog-Peta

Kalau cuma begini mah, indeks RBI yang versi peta juga bisa download

Perpustakaan-Nasional-Tertinggi-Indonesia-Katalog-Peta

Nah, bagi yang mau baca-baca buku silakan naik ke lantai 21 dan 22. Di sana tersedia banyak pilihan buku yang bisa dibaca tentunya. Plus tempat-tempat baca dan diskusi yang cukup nyaman. Kalau bosan bisa tuh lihat ke luar jendela (utara), ada pemandangan Monumen Nasional (Monas). Huehehe.

Buku-buku

Perpustakaan-Nasional-Tertinggi-Indonesia-Buku-buku

Ini pemandangan dari lantai 16 (kalau tidak salah)

Perpustakaan-Nasional-Tertinggi-Indonesia-Katalog-Peta